GRII Medan, 5 Agustus 2018 | Vik. Edward Oei
Mat 5:8 “Blessed are the pure in heart, for they will see God.”
Pure = suci, kudus, sejati.
Di dalam menghampiri Tuhan, ibadah yang sejati (Pure) diukur daripada hati manusia yang melihat Allah sebagai Allah yang Esa.
Melihat Hanya satu”Nya Allah. Tidak ada Allah yang lain. Seluruh hati saya hanya menyembah Allah yang esa ini.
“Kasihilah Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dgn segenap Akal budimu, dgn segenap kekuatanmu”
Artinya kesueluruhan hidup saya, Hanya untuk Tuhan. Dan tidak untuk yang lain.
Tidak ada salahnya untuk menjadi kaya. Tapi ketika kekayaan ini menghalangi kita dari melakukan apa yang Tuhan kehendaki. Menggeser perintahnya. Berarti kita telah menjadi tidak layak di hadapan Tuhan.
Ibadah yang sejati adalah: Ketika itu sesuai dengan kehendak Tuhan, aku akan menjalaninya tanpa terkecuali.
Lebih baik hati saya tertuju segenapnya kepada kehendak Allah, daripada hati saya ingin memelihara hidup kita sbg manusia.
“Adakah sesuatu yang menghalangi kita dari memberikan kesegenapan hidup kita pada Tuhan?”
Kalau ada, berarti kita telah menjadi tidak layak di hadapan Tuhan.
“Adakah sesuatu yang akan kita keep untuk diri sendiri lepas dari pekerjaan untuk kerajaan Allah?”
Dosa tertentu? Barang tertentu, orang yg dikasihi?
Kalau ada, Kita gagal menjalankan “kesegenapan hati”, “pure heart” kita punya hati yang bercabang”. Sekecil apapun itu.
Ketika kita berhadapan dengan Tuhan, Tuhan Hanya menguasai beberapa bagian tertentu dari hidup kita.
Urusan yang sulit, berat, Tuhan yang Ambil alih. Tapi keseharian dan leisure, saya yang menguasai.
Ketika kita hanya menyerahkan hal” besar pada Allah, tapi kita mengambil kontrol dari hal” kecil, Ini berarti kita menganggap Allah terbatas dan itu merupakan penghujatan terhadap Allah.
Benarkah ketika ktia mengucap syukur setiap pagi. Setiap makan, apakah kita benar” menyadari bahwa segalanya itu berjalan karena campur tangan Allah?
Hari ini, kita sulit melihat Allah sebagai Allah, penguasa yang sesungguhnya.
Dulu bangsa israel merasa bahwa Allah berkuasa di hari sabat, di hari raya, tapi tidak melihat Allah sebagai penopang hari demi hari hidup mereka.
“lakukan dulu hal yg kita mau, nanti baru beribadah. Berdosa dulu, nanti baru memberi persembahan”
Dan akhirnya, Israel dibuang ke Babel, dan selama 400 Tahun setelah itu, mereka mencari Tuhan. Dqn Tuhan tidak memberikan dirinya untuk ditemui. Tuhan tidak berbicara.
Tidak ada nabi, tidak ada nubuatan.
(The Silence of God)= masa kegelapan intertetamental. Kertas kosong antara perjanjian lama dan perjanjian baru.
Masa ini ketika Allah diam, seluruh hidup kita dibiarkan. Manusia berdosa pun merasa hidupnya lancar. Apapun yang mau dilakukan silakan lakukan.
Tidak ada lagi teguran, tidak ada lagi kegelisahan dari Tuhan. Ini adalah tanda bahwa tidak ada lagi pembelokkan Allah untuk membawa kita kembali ke rumaNya.
Suatu hari ketika kita sudah membelakangi Allah, Allah pun berhenti membelokkan kita ke jalan menuju surga.
Apa yang menjadi inti yang kita nyatakan dalam seluruh hidup kita? Apakah kehendak Tuhan?
The Lord says: barang siapa yang mau mengikut aku tapi masih mementingkan kesenangan orang lain, kenyamanan hidup nya, dia Tidak Layak bagiKu.
Karena itu ketika mengatakan Kesucian, kekudusan, kesejatian hati. Segenap hidup kita diserahkan hanya bagi yang berkenan bagi Tuhan.
Tuhan menuntut hanya satu hati, tidak terbagi, dan tidak berbalik-balik.
Suatu hari ketika kita sudah membelakangi Allah, Allah pun berhenti membelokkan kita ke jalan menuju surga.
Natur manusia yang berdosa Adalah semua pasti turun ke neraka. Karena itu untuk melawan force ini perlu effort yang sangat besar, bahkan kita butuh bantuan.
Tidak ada “Lakukan dulu saja, nanti suatu saat saya akan kembali. Karena saya in control of my life.”
Setiap kesempatan kita untuk melawan dosa, dan bertobat, itu adalah anugerah hanya dari Tuhan.
Jangan mempermainkan anugerahNya. Jangan menyia”kan kesempatan.
Karena Alkitab mencatat berkali” bahwa suatu saat, kesempatan itu habis.
‘Pure heart’ akan menyadarkan kita, bahwa kita adalah hambaNya. Dan Ia Adalah raja yang graceful to me.
Karena itu kejarlah hati yang suci, yang selalu tertuju pada Allah. Satu”nya yang matters hanya Tuhan dan tidak ada yang lain.
Tanya pada diri sendiri setiap kali mengambil keputusan. Sekecil apapun, “apakah Tuhan berkenan dengan keputusan ini?” “apakah saya melakukan ini untuk Tuhan atau untuk diri sendiri?”
Hidup kita seharusnya dikhususkan hanya untuk menjawab perintah Tuhan, dan bukan yang lain.
Punyakah kita hati yang sungguh hanya untuk menjawab panggilan Tuhan? Ataukah hanya terpaksa?
Kenapa kita tidak bisa menjadikan keinginan Tuhan sebagai yang kita inginkan juga?
Pernahkah kita melakukan kehendak Tuhan dengan sukacita, bukan karena ‘berkat’ yang kita terima. Melainkan karena hidup kita berbagian dalam menjalankan kehendak tersebut?
Keseriusan kita dalam hidup menjalankan Firman Tuhan, menggambarkan seberapa besar dan Mulia Nya Tuhan bagi kita. Dan bagi Dunia yang melihat.
Comments